Berita TerbaruDokumentasiHeadline

Pemkot Malang Gelar Sosialisasi UMK Tahun 2017

Malang – Bertempat di Ruang Sidang Balaikota Malang pada hari Rabu (7/12) telah dilaksanakan Sosialisasi Upah Minimum Kota (UMK) Malang tahun 2017. Acara yang di gelar oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Malang tersebut dibuka secara resmi oleh Staf Ahli Walikota Malang Bidang Ekonomi dan Keuangan, Drs. Supriyadi, M.Pd. Peserta berjumlah 100 orang yang terdiri dari perwakilan pengusaha dan perwakilan pekerja/buruh serta anggota Dewan Pengupahan Kota Malang.

Supriyadi membuka sosialisasi dengan didampingi oleh Kepala Disnakertrans Kota Malang, Ir. H. Bambang Suharijadi dan Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kota Malang, Drs. Kasiyadi, SH, MM; yang juga bertindak selaku Ketua Panitia Penyelenggara.

Menurut Kasiyadi, menyampaikan bahwa maksud dari sosialisasi ini yaitu sebagai media untuk menyebarluaskan informasi Peraturan Gubernur no 121 Tahun 2016 tentang upah minimum kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2017. Sedangkan tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk memperoleh kesamaan dan pemahaman yang sama terhadap peraturan gubernur Jawa Timur tentang upah minimum Kota Malang tahun 2017 dan menjalin informasi yang harmonis antar perusahaan dengan pekerja/buruh dalam rangka tumbuh kembang perusahaan dalam kesejahteraan pekerja/buruh.
Upah Minimun Kabupaten/Kota di Malang Raya Tahun 2017 yaitu:
1. Kabupaten Malang : Rp. 2.368.510,00
2. Kota Malang : Rp. 2.272.167,50
3. Kota Batu : Rp. 2.193.145,00

Sementara itu, menurut Walikota Malang dalam sambutannya yang dibacakan oleh Supriyadi; menyatakan bahwa para pengusaha harus mampu meningkatkan kesejahteraan buruh tanpa mengurangi kemampuan daya saing produk dan jasa yang dihasilkan, terlebih lagi, di era MEA ini tantangan dunia usaha akan semakin berat, karenanya perlu dibangun suatu kesamaan persepsi antara karyawan/ buruh dengan pengusaha dalam pengupahan.  pengusaha sangat wajar mencari untung yang sebesar-besarnya agar perusahaan tetap eksis, maju dan berkembang, namun pengusaha tidak boleh mengabaikan kewajibannya kepada karyawan/buruh.

“Hubungan antara buruh dan pengusaha memang terlahirkan ibarat koin bermata dua; ini berarti, hubungan antara kedua kelompok akan selalu rawan perselisihan karena perbedaan kepentingan mendasar diantara kedua belah pihak” ujarnya.

Namun, jangan dilupakan bahwa kedua kelompok saling membutuhkan satu sama lain. Dengan demikian, perlu diciptakan kemitraan strategis dengan semangat kerjasama agar bermanfaat bagi kedua belah pihak. Kemitraan strategis akan menciptakan hubungan industrial yang kokoh dan solid. Hubungan ini dapat menjadi kekuatan penting bagi perusahaan di dalam menghadapi persaingan.

“Untuk itu, penyelenggaraan sosialisasi ini diharapkan mampu menjamin terwujudnya ketenangan bekerja dan berusaha bagi pekerja/buruh dan pengusaha; sehingga nantinya sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang efektif, efisien, dan cepat perlu secara terus menerus diupayakan seoptimal mungkin” tambahnya lagi.

“Menyadari betapa penting hasil yang akan dicapai ke depan, maka pemerintah sebagai penengah antara buruh dan pengusaha telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi konflik yang timbul, diantaranya dengan mengeluarkan regulasi terkait penetapan Upah Minimum Regional (UMR); menganjurkan kepada setiap perusahaan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dengan mengikutkan setiap pekerja dalam asuransi jaminan sosial tenaga kerja serta mewajibkan kepada setiap perusahaan untuk memenuhi hak-hak tenaga kerja selain gaji, seperti hak cuti, hak istirahat dan lainnya” jelas Supriyadi. (Ts)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *