Kondisi perekonomian nasional saat ini memang masih jauh lebih baik dibanding keadaan ketika terjadinya krisis tahun 1998 dan 2008, namun begitu pemerintah masih memandang perlu melakukan beberapa langkah perbaikan guna menjaga iklim ekonomi tetap positif.
Alasan inilah yang kemudian menjadi dasar diluncurkannya Paket Kebijakan Ekonomi tahap I dan II oleh pemerintah. Meskipun secara umum kondisi ekonomi nasional masih lebih baik jika dibandingkan negara-negara Asia lainnya, namun pemerintah tetap memberikan dan menciptakan iklim ekonomi yang memadai.
Saat ini rasio kecukupan modal atau capital equity ratio perbankan Indonesia masih di atas 20 persen. Sementara rasio utang luar negeri Indonesia saat ini tercatat sebesar 34 persen, yang juga jauh lebih rendah dibanding rasio pada tahun 1998 yang berada di atas 120 persen.
Cadangan devisa juga mencapai Rp107 miliar dolar AS. “Cadangan devisa kita sampai hari ini masih 107 miliar dolar AS, ini mencukupi untuk 7,5 bulan impor kita,” jelas Presiden dalam Sidang Kabinet Paripurna, di kantor Kepresidenan, Jakarta, September 2015 lalu.
Namun demikian, Presiden menegaskan, jajaran pemerintah tetap harus hati-hati dan waspada. Inilah yang mendasari dilakukannya deregulasi untuk mendukung iklim usaha yang kondusif serta meminimalkan faktor-faktor penghambat dalam perekonomian.
“Diperlukan deregulasi besar-besaran dan pembuatan regulasi yang baru yang betul-betul memberikan iklim yang baik pada ekonomi kita dalam waktu yang secepat-cepatnya,” tegas Presiden.
Menindaklanjuti ini, Bank Indonesia kemudian mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah pada tanggal 30 September 2015 sebagai kelanjutan paket kebijakan pada tanggal 9 September 2015. Paket kebijakan lanjutan tersebut difokuskan pada 3 pilar kebijakan yaitu, pertama menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, kedua memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah, serta serta memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas).
Sinergi Kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah melalui paket kebijakan September II ini diharapkan dapat memperkuat stabilitas makro ekonomi dan struktur perekonomian Indonesia, termasuk sektor keuangan, sehingga semakin berdaya tahan.
-
Menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah
Kehadiran Bank Indonesia di pasar valas domestik dalam melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah diperkuat dengan intervensi di pasar forward. Di samping melakukan intervensi di pasar spot, Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi di pasar forward guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar forward. Upaya menjaga keseimbangan pasar forward semakin penting dalam mengurangi tekanan di pasar spot.
-
Memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah
Pengendalian likuiditas Rupiah diperkuat dengan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) 3 bulan dan Reverse Repo SBN dengan tenor 2 minggu. Penerbitan instrumen operasi pasar terbuka (OPT) tersebut dimaksudkan untuk mendorong penyerapan likuiditas sehingga bergeser ke instrumen yang bertenor lebih panjang. Pergeseran likuiditas ke tenor yang lebih panjang diharapkan dapat mengurangi risiko penggunaan likuiditas Rupiah yang berlebihan pada kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah.
-
Memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas)